Dalam perkembangan hukum Islam di era modern, tuntutan untuk menyamakan hak-hak perempuan dan laki-laki, termasuk dalam pembagian waris, semakin mengemuka. Di samping itu, isu Hak Asasi Manusia (HAM) yang menegaskan bahwa semua manusia memiliki hak yang sama, termasuk kebebasan beragama, turut mempengaruhi dinamika hukum waris di Indonesia. Dalam konteks ini, muncul pertanyaan bagaimana Islam memandang hak-hak perempuan dalam hukum waris dan bagaimana sikap terhadap non-Muslim yang mendapatkan bagian waris melalui wasiat wajibah.
Hak-Hak Perempuan dalam Islam
Islam, sebagai agama yang sempurna, telah menetapkan aturan-aturan yang adil dan bijaksana dalam pembagian waris, termasuk hak-hak perempuan. Al-Qur’an dalam Surah An-Nisa’ ayat 11 dan 12 secara eksplisit mengatur bagian waris untuk laki-laki dan perempuan. Meskipun bagian laki-laki secara umum lebih besar (2:1 dibandingkan dengan perempuan), hal ini bukan berarti ketidakadilan, melainkan merupakan bagian dari keadilan komprehensif yang diterapkan dalam Islam. Dalam masyarakat Islam, laki-laki memiliki tanggung jawab keuangan yang lebih besar, termasuk menafkahi keluarga. Oleh karena itu, bagian waris yang lebih besar untuk laki-laki didasarkan pada tanggung jawab finansial yang lebih besar pula.
Namun, di zaman modern, ada kecenderungan untuk menafsirkan ulang hukum waris ini agar lebih sesuai dengan prinsip kesetaraan gender. Beberapa ulama dan cendekiawan Islam mengajukan reinterpretasi terhadap ayat-ayat Al-Qur’an dalam konteks sosial-ekonomi yang berbeda dengan era Nabi Muhammad. Misalnya, dalam situasi di mana perempuan menjadi tulang punggung keluarga, sebagian ulama berpendapat bahwa bagian waris perempuan dapat disamakan dengan laki-laki.
Pendekatan ini mengandung tantangan dan peluang. Di satu sisi, interpretasi yang dinamis memungkinkan hukum Islam tetap relevan dalam menghadapi perubahan sosial. Namun, di sisi lain, penting untuk memastikan bahwa setiap interpretasi tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip dasar syariah dan tidak merusak keadilan yang lebih luas yang telah diatur oleh Allah.
Wasiat Wajibah bagi Non-Muslim dalam Hukum Waris
Dalam hukum waris Islam, ada prinsip bahwa seorang Muslim tidak dapat mewarisi dari non-Muslim dan sebaliknya. Prinsip ini didasarkan pada beberapa hadis Nabi Muhammad. Namun, dalam konteks Indonesia, ada pengakuan terhadap pluralitas dan keberagaman yang diwujudkan dalam konsep wasiat wajibah.
Wasiat wajibah adalah mekanisme yang memungkinkan non-Muslim yang terkait dengan pewaris Muslim, seperti anak yang berbeda agama, tetap mendapatkan bagian dari harta waris melalui jalan wasiat. Wasiat wajibah bertujuan untuk mencegah ketidakadilan dan memastikan bahwa hubungan kekerabatan tetap dihormati, meskipun ada perbedaan agama.
Pendekatan ini menunjukkan fleksibilitas hukum Islam di Indonesia dalam menghadapi realitas sosial yang kompleks. Di satu sisi, prinsip-prinsip dasar hukum Islam tetap dijaga, namun di sisi lain, ada upaya untuk menyesuaikan hukum dengan konteks lokal dan menghormati hak-hak asasi manusia. Wasiat wajibah ini juga menunjukkan komitmen hukum Indonesia untuk menjaga keharmonisan dalam keluarga, terlepas dari perbedaan agama.
Penutup
Dalam menghadapi isu kesetaraan hak-hak perempuan dan pembagian waris bagi non-Muslim, hukum Islam di Indonesia menunjukkan fleksibilitas yang bijaksana. Hak-hak perempuan, meskipun pada dasarnya berbeda dari laki-laki, dilandasi oleh prinsip keadilan yang integral dalam Islam. Sementara itu, penerapan wasiat wajibah mencerminkan adaptasi hukum Islam terhadap realitas sosial di Indonesia, dengan tetap berpegang pada prinsip-prinsip dasar syariah.










